Puisi - Suara Mahasiswa

Puisi Suara Mahasiswa

Tidak ada gunanya kita mencintai kemerdekaan, jika kita tidak berani melawan penjajahan.

Tidak ada gunanya kita menjunjung tinggi sila ketuhanan jika kita tidak berani melawan kesewenang-wenangan.

Tidak ada gunanya kita mengagungkan sila peri kemanusiaan, jika kita masih membiarkan merajalelanya situasi yang tidak manusiawi.

Tidak ada gunanya kita cinta persatuan Indonesia jika jiwa ini sudah tidak punya rasa nasionalisme terhadap bangsa ini.

Tidak ada gunanya kita cela sila kerakyatan jika rakyat indonesia tidak pernah kita perjuangkan hak-haknya.

Tidak ada gunanya kita berbicara tentang sila keadilan sosial, jika masih membiarkan kepincangan ekonmi sosial ada dimana-mana.

Saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami peristiwa yang lebih buruk dari pada tahun ’45, ’55, ’65.
Asap jadi kambing hitamnya, menjatuhkan kekuasaan melambungkan lawan dan rakyat terus berjatuhan.

Terkekeh-kekeh menahan batuk dan merasa mual melihat polah sandiwara para penguasa.

Tiga pilar utama bangsa indonesia diputar balikkan hingga nasional kita terpecah belah, tanpa kohesi, dan saling membunuh.

Konstitusi undang-undang 1945 telah mati. Pancasila hanyalah sebuah hafalan dibenak penguasa, apa malah lupa?

Sebagai negara, Indonesia bukan lagi negara hukum tapi negara kekuasaan.

Sampai sekarang rakyat kecil masih percayakah bahwa mahasiswa adalah kaum intelek, kaum terpelajar, dan juga mereka masih percayakah bahwa ditangan mahasiswa nasib bangsa ini akan dan bisa berubah?

Seberapa banyak mereka yang berdasi yang masih memegang tongkat estafet bangsa ini.

Setiap revolusi disetiap lembar sejarah-sejarah bangsa ini selalu dipimpin oleh kaum muda.

Bangsa ini sedang dalam proses pembusukan dan satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkan adalah revolusi.

Apakah perlu terulang kembali revolusi berdarah-darah penuh kekerasan yang dipandang nyinyir.

Disinilah gerakan mahasiswa yang memiliki legitimasi moral, mempunyai tanggung jawab untuk mentransformasikan perannya ditengah-tengah krisis multi dimensi yang tengah mendera bangsa ini.
 
Tapi percuma kita bicara perubahan dan perjuangan kalau nantinya menjadi basi.

Banyak bukti aktifis termakan kursi kekuasaan dan terjangkit firus ternak kotoran.
Karena tidak ada artinya kita berlabel aktivis jika hanya sekedar menjadi label jika perjuangan untuk rakyat tidak ada.

Apa perlunya aktivis jika hanya sekedar menjadi panasbung (pasukan nasi bungkus).

Apa perlunya aktivis jika hanya sekedar penarik pesona dan pencitraan kaum hawa.

Apa perlunya aktivis jika hanya suka mengumbar nafsu amarah penikmat provokasi buta.

Perlu adanya kekonsistenan dari seluruh elemen gerakan mahasiswa, khususnya kita yang ada disini untuk menjadikan gerakan mahasiswa sebagai wadah dalam memperjuangkan bangsa indonesia ini. 

Paling tidak, sesekali melancarkan serangan secara sporadis terhadap kebijakan yang tidak populis, karena “jika kita bukan bagian dari penyelesaian, maka kita akan menjadi bagian dari persoalan”. 

Jangan lupa niatan kalian dari rumah untuk apa pergi merantau?

Lupakan kebisingan, hingar bingar dentuman godaan yang sifatnya terus melenakan Melingkarlah dan bahaslah apa yang perlu kalian bahas, pecahkan dan praktikkan.

Jangan hanya asik sendiri melempar kedipan menelanjangi dunia yang semakin maya ini.

Orang tuamu percaya sepenuhnya bekerja sekering keringatnya demi kemudahnmu belajar.

Bangsa ini hanya seonggok daging mentah pabila kita dan kalian-kalian jenuh mengucap kata sayang.
Seberapa cintanya terhadap bangsa ini terlihat dari seberapa tekadmu membrantas pandangan hina para musuhmu.
Masihkah kalian terjajah? masihkah kalian merasa paling benar?

Solusi, prestasi, harga diri dan masih banyak segudang kata baik yang bukan hanya sekedar terucap. 

Cacianmu tak berarti apapun jika hanya sekedar bermodalkan ban terbakar.

Kibarkan dan berbanggalah jika merah memang semerah darahmu dan putihpun harus seputih tulangmu.

Apalah arti ungkapan ini melainkan hanya mulut yang berbusa. :D